Minggu, 07 Februari 2021

Bahagia Tanpa TV



Kalo sebelumnya saya pernah membahas tentang pengaruh televisi bagi balita, kali ini saya akan membahas tentang salah satu solusinya yang saya terapkan. Alhamdulillah sudah sejak 6 bulan yg lalu berhasil meniadakan TV di rumah. Awalnya karena saya geram sejak si kecil susah dibilangin buat matiin TV padal sudah ada perjanjian sebelumnya kalo setelah acara favoritnya TV dimatikan (ini salah saya juga sih yang kurang tegas). Semakin hari ditolerir makin lama nontonnya. Saya biarin karena saya juga sibuk dengan pekerjaan rumah (Jangan ditiru ya gaees..) 

Puncaknya ketika dia sudah sering niruin hal buruk di TV, TV mau dimatiin dia marah-marah sedangkan adiknya waktu itu juga rewel, akhirnya saya bilang padanya untuk nonton TV sepuasnya, dan besoknya tidak ada lagi TV di rumah. Dia setuju tanpa memperhatikan konsekuensinya. Esoknya TV saya simpan, dia belum sadar, hanya merasa aneh, karena cuma bracket TV yg tertinggal. 

Lama-lama dia sadar, lalu tantrum. Saya ingatkan konsekuensi yg kemarin. Dia menyadari kesalahannya, tapi masih tantrum. Saya biarkan dia dulu. Setelah dia  tenang, baru saya jelaskan kalo saya sebenarnya sedih ketika dia berlama-lama nonton TV, sedangkan tayangan itu atau iklan-iklannya kurang baik baginya. Saat marah-marah dia melempar barang seperti tokoh yg ditontonnya, kadang juga teriak-teriak, rambutnya ingin dicat warna warni seperti yg diiklan, dsb. Saya jelaskan semua keresahan saya. Tapi itu tidak membuat tantrumnya berakhir selamanya. Beberapa hari berikutnya masih tantrum, tapi setiap kali dia bilang mau nonton TV, saya tanya alasannya kenapa kira-kira saya tidak mengijinkannya nonton TV lagi, dia cuma bisa diem karena tau itu kesalahannya dan masih meluapkan emosinya dengan menangis.

Seminggu setelah TV ditiadakan dia akhirnya berhenti tantrum. Mungkin pikirnya "percuma aku nangis gulung-gulung, TV gak bakalan nongol lagi". Berdamai dengan hilangnya TV, muncullah kreatifitasnya. Dari membuat karakter-karakter dari botol, menggambar apapun yg dia suka (padal saya tak pernah mengajarinya menggambar), membangun sebuah taman dari mainan-mainan yang dia punya, dan ide-ide lainnya yang tak terpikirkan sebelumnya. Dia juga senang sekali dengan buku walaupun belum bisa membaca. Dan kini di usianya yang 4,5 tahun dia juga sudah bisa membaca. Padahal saya tak pernah meluangkan waktu khusus buat ngajarin dia membaca. Saya hanya menempelkan poster suku kata seperti ini :
Dasarnya anak tipe visual kali ya, dan dia punya rasa penasaran yang tinggi. Penasaran dengan apa yang tertulis disitu, dia selalu bertanya. Kata-kata yang ada di buku, di poster, dimanapun itu ditanyainnya ke saya gimana bacanya. Dan tak terduga dia bisa membaca kalimat-kalimat yang ada di dalam buku walaupun masih terbata-bata.

Alhamdulillah, saya lega dan tidak pernah menyesal meniadakan TV di rumah. begitu pula dengan gadget/hp, tidak pernah saya install game. Tapi, screen time tetap ada untuk memberinya tayangan edukatif sebagai contoh baik yg layak ditiru, seperti Nussa dan Riko The Series. Itupun hanya 3 episode per hari, cuma diliat di laptop ayahnya, dengan perjanjian setelah ayahnya selesai kerja dan dia selesai mandi. Lagu anak-anak juga tetap saya perdengarkan tapi dengan media audio. Saya taruh file-filenya di microSD, lalu saya tancepin di speaker, dan disetel waktu subuh buat bangunin dia, biar makin semangat bangunnya. Saya isi murrotal juga di speaker buat hafalin Al-Qur'an dengan cara yg menyenangkan (sebenernya karena emaknya gk pinter ngaji sih.. selain itu biar dia waktu lafalin makhrojnya bener-bener pas, karna kalo udah terlanjur hafal dan makhrojnya ato panjang pendeknya salah, agak susah ngelurusinnya).

Jadi, intinya, jangan takut untuk meniadakan TV di rumah bisa memang tidak bisa meminimalisir dampak buruknya bagi anak-anak kita. Takut anak kita bosan, tantrum, itu juga yang saya alami. Dan itu pasti. Namun bagaimana cara kita menyampaikannya ke anak kita apa yang kita resahkan dan perbanyak waktu untuk bermain bersama anak-anak kita itu akan menjadi solusi yang efektif untuk mengatasinya. Selain TV masih banyak media lain yang lebih bermanfaat bagi anak-anak kita. Buku misalnya. Buku sekarang juga sudah lekat dengan teknologi. Kini sudah banyak buku-buku yang dilengkapi E-pen untuk membacanya (ini bisa mendampingi anak saat kita tak bisa membacakannya di sampingnya. 

Kalo tak ada TV dan game di HP apakah perlu beli banyak mainan mahal?
Tidak juga. Banyak sumber di internet yang berisi permainan edukatif yang dibuat dari barang bekas atau barang yang mudah kita temukan di rumah. Kalo punya printer di rumah juga banyak sumber yang menyediakan printable gratis untuk mendukung para ibu dalam memberikan permainan atau media pembelajaran edukatif bagi anaknya. Beberapa situs yang menyediakan printable gratis diantaranya :

Sekian sharing pengalaman dari saya, semoga bermanfaat.. 
Bagi orang tua yang sedang berjuang menghadapi anaknya dari pengaruh TV, selamat berjuang..
pepatah bilang "dimana ada kemauan disitu ada jalan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar