Rabu, 26 Maret 2014

Dalem…

"Nani…!"
"Dalem..."

"Dalem" itulah jawaban saya setiap kali saya dipanggil. Kata "dalem" dalam bahasa jawa berarti "saya". Di jawa Itu adalah bahasa yang paling halus di Jawa dalam menjawab panggilan. Tapi jawaban saya itu mulai berubah ketika saya berada di Sumatra. Disana saya tinggal dengan sebuah keluarga yang merupakan penduduk setempat. Saya lama-lama segan kalau setiap dipanggil saya menjawab dengan kata "dalem" karena aneh menurut mereka,  apalagi disitu saya tinggal bersama anak kecil yang masih belum sekolah. Rara namanya. Dia taunya dalem itu ya di dalam.

Waktu awal-awal saya disana...

Rara : " yu' Naniiii…!" // Kata " yu' " berasal dari kata " ayu' " kalo di sana sama halnya dengan kata panggilan "mbak" di Jawa
Saya: "Dalem.."
Rara: "Di dalem mana yu'?"
Saya: Di dalem kamar.

Kemudian saya mendekat, dan menjelaskan, "rara, dalem itu kalo di Jawa artinya saya.. Bukan di dalam.." emm...aku agak bingung jelasinnya. Dia juga belum terlalu ngerti bahasa Indonesia. Denger itu dia cuman meringis. Pikirku,, ya sudahlah… Akhirnya, seterusnya aku menjawab pake bahasa Indonesia, dan lama-lama menyesuaikan diri dengan bahasa mereka.

Hari-hari berikutnya…

Rara : "yu' Naniiii….!"
Saya : "Ooooy…."

Aku mulai terbiasa dengan kata ini, karena mereka kalau dipanggil jawabnya juga begitu, entah dipanggil temennya, ato emaknya sekalipun. Disana jawaban itu sudah biasa. Dan memang seperti itu sehari-harinya.

Sampai suatu ketika, aku pulang ke Jawa…

Ibu : "Naniiii…."
Saya : "Ooooy...eh.. dalem buk..."




Mati gue !. Sempet dimarahin emak gara-gara jawab begitu. Kalo di Jawa, jawaban "oooy" itu kasar banget. Orang-orang Jawa mikirnya "kayak tinggal di hutan saja". Temen-temenku di Malang juga gitu. Pada ngetawain semua waktu aku keceplosan bilang "Oooooy..." Mereka malah niruin sambil ketawa-ketawa. Hmm… kayaknya harus kembali ke alam ini. Maksudnya kembali ke tradisi Jawa. Hehehe…

Beberapa bulan kemudian, aku kembali mbolang ke pulau sebrang. Kalo dulu ke sebrang barat, sekarang ke sebrang timur. Ujung atas pulau besar Indonesia yang bentuknya mirip huruf K. Yupzzz… itulah Sulawesi. Kota Manado tepatnya.

Dan…

"Nani…! "
"Dalem..."
"Iya, saya tau kamu di dalem..."
"Bukan itu maksudnya… Dalem itu di bahasa Jawa artinya saya. Itu bla...bla...bla..." dan aku jelasin panjang lebar ke temenku.

Esoknya…

"Nani…! "
"Dalem..."
"Iya mbak, saya tau mbak Nani di dalam..."
"bukan itu...aku sudah bilang kan..."




Dan… begitulah setiap harinya. Walopun dijadiin bahan ledekan, ato apapun itu terserah. Aku ga ingin mengubah jawabanku. Diledekin? Mm… bukan diledekin sih sebenernya, tapi bercanda… So,, enjoy aja. Yang jelas kalo aku pulang kampung nanti, Bahasa Jawaku masih tetap terpelihara. Dan, tetep medhok kaya' biasanya. Orang Jawa dimana-mana tetep keliatan medhoknya. Tapi itulah ciri khasnya.
Java.. I lope u fuuuull.




Hidup Jawa!!! Ye...ye…
Halah… alay.com

Ok, sekian. Semoga bermanfaat...

Manado, 26 Maret 2014
By: senyum   (^__^)

Minggu, 16 Maret 2014

Tak Ada yang Abadi

Terpikirkan mau nulis ketika denger lagunya Peterpan "Tak Ada yang Abadi" yang grup musiknya sekarang ganti nama "Noah". Tapi disini saya bukan akan membahas tentang  NOAH atopun macem-macem lagunya. Melainkan lirik lagu tersebut mengingatkan saya akan beberapa hal yang saya alami akhir-akhir ini. Banyak orang-orang terdekat teman saya maupun teman saya sendiri yang tiba-tiba dipanggil ke Rahmatullah.

Pertama, teman saya (guru di sebuah SMK)
Ketika kebahagian datang di keluarganya karena  beliau akan melahirkan anak kembar,    beliau sesak nafas, akhirnya pingsan ketika mau melahirkan. Pihak rumah sakit setempat tak sanggup menanganinya, akhirnya beliau dirujuk ke rumah sakit lain. Dalam perjalanan ke rumah sakit lain, nyawa beliau dan kedua anaknya tak bisa terselamatkan. Kabar yang mulanya adalah detik-detik kebahagiaan kini menjadi ratapan tangisan yang disesalkan. Tapi apa gunanya disesalkan, toh semua sudah terjadi. Kita hanya bisa mengikhlaskan dan mendoakan agar beliau dan kedua anaknya mendapat tempat terbaik di sisiNya, diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya, dan dijauhkan dari siksa kubur dan siksa neraka. Amiiiin...

Kedua, ayah teman saya di program AK
Ketika pulang dari kampus, tiba-tiba dia mendapat telepon dari seseorang yg mengatakan bahwa dia turut berduka cita atas ayahnya yg meninggal. Mulanya dia sendiri ga percaya, karena barusan telepon kakaknya dan kakaknya tidak bilang apa-apa, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Kita sendiri juga ga percaya karena akhir-akhir ini banyak penipuan yg beredar melalui telepon.  Tapi, perasaannya yg tidak enak sejak kemarin, memberanikan dirinya untuk menelepon kembali kakaknya. Dan ternyata benar, kakaknya yg mulanya menutup-nutupi kabar itu akhirnya mengaku juga. Kontan, tangis sang adik pecah, dan kita hanya bisa diam mendengar kabar itu. Bagai petir di tengah teriknya mentari, kita semua tidak ada yg menyangka.

Padahal baru 2 bulan lalu, waktu mau pulang kampung, temen saya itu nyeletuk, "pulang mi kau, jangan sampai kamu nyesel, barangkali ini kesempatan terakhir kamu bersama orangtuamu, kamu pasti nyesel kalo ga jadi pulang". Kurang lebih seperti itu kata-katanya menasehati salah satu temenku yg ga mau pulang. Dan tak disangka, dia yg pertama kali memperoleh bukti dari kata-katanya. Lagi-lagi hanya do'a yg bisa kita panjatkan. Agar beliau diampuni dosa-dosanya dan mendapat tempat terbaik disisiNya.

Ketiga, teman kuliah saya di UM
Dia teman sekelas saya waktu semester 1 dan 2. Saya mendapat kabar dia meninggal karena terkena Demam Berdarah. Katanya telat dibawa ke rumah sakit. Trombositnya sudah turun drastis. Dan nyawanya tidak tertolong. Saya hanya bisa mengucapkan "innalillahi wa inna ilaihi roji'un". Banyak yang tidak percaya dia meninggal secara tiba-tiba di usia yg semua itu. Duka yg mendalam dialami oleh keluarganya, orang-orang terdekatnya, dan kita, teman-teman kuliahnya.

Keempat, kakak teman kuliah saya di UM juga
Kakaknya sudah  cukup lama mengidap radang usus. Penyebabnya katanya gara-gara terlalu sering makan mie instan. Mungkin zat-zat berbahaya di dalam ususnya sudah mengendap cukup banyak dan mengganggu metabolisme bahkan merusak ususnya. Tapi terakhir mendengar kabarnya, kakaknya sudah dioperasi. Aku kira kondisinya sudah membaik. Ternyata tidak, dan kemarin aku mendengar kabar duka itu. Katanya kakaknya sudah dioperasi 4 kali. Tapi, sebaik-baik manusia berusaha, tetap Allah yang menentukan. Pasti ada hikmah di balik semua ini. Kita sebagai manusia hanya bisa mengikhlaskan apa yang sudah menjadi takdirNya. Berat memang, tapi itu yang membuat kita lebih kuat dalam menjalani hidup. Dan yang pasti mendoakan yang terbaik untuknya yang berada di sana.

Ya… memang tak ada yang abadi di dunia ini. Mungkin saat ini nama-nama orang di sekitar kita yang telah tiada yang terukir di batu nisan. Tapi, cepat atau lambat pasti suatu saat nanti nama kita yang terukir disana. Di batu nisan itu.

Ya... Setiap jiwa pasti akan merasakan mati. Yang jadi pertanyaan adalah apakah kita sudah siap menghadapinya? Siapkah menghadapi kematian yang setiap saat bisa menghampiri kita? Bukankah kita sekarang sudah berada dalam daftar antrian malaikat izrail?
Jawabannya sudah pasti, tidak ada yang benar-benar siap menghadapi kematian, termasuk saya. Kalau misalnya kematian itu bisa dipending, tentunya siapapun itu akan minta pending, sebaik dan sebanyak apapun amalnya. Mengapa demikian? Masing-masing dari kita pasti tau alasannya. // Susah dijelaskan dengan kata-kata… pasti ada seribu alasan, sepuluh ribu, bahkan kalo perlu sejuta alasan kalo itu baru bisa diterima pending kita.

Dan sayangnya itu hanyalah khayalan belaka… ye..ye…sayangnya kematian tidak dapat dipending. Mau tidak mau kita harus siap. Jadi… marilah kita gunakan sebaik-baiknya umur kita yang tersisa ini untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Bukankah Rasul pernah bilang, "sebaik-baik manusia itu adalah yang bermanfaat bagi sesamanya"

 masih banyak lagi sebenernya yang mau saya tulis tentang topik ini...
tapi... belum ada ide lagi...
jadi, kalo begitu,,,,

… to be continued


Manado, 16 Maret 2014

By: senyum   (^__^)

Sabtu, 15 Maret 2014

Filosofi 212 kapak Wiro Sableng

Pada mata kuliah pedagogik di program PPCPAK ini ada seorang dosen yang inspiratif banget bagi kami. Banyak nasehat-nasehat beliau, ataupun cerita-cerita dari pengalaman beliau yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi kami. Nah, apa hubungannya dengan wiro sableng? Kita simak sesaat lagi….

Waktu kuliah kemaren, dosen saya cerita kalo beliau pernah mengikuti sebuah seminar. Dalam seminar itu pesertanya ditanya, "ada yang pernah nonton wiro sableng? Bagi yang pernah nonton wiro sableng silahkan tunjuk tangan"
Kira-kira 90% peserta angkat tangan. Beliau tidak termasuk yang angkat tangan, karena memang beliau tidak suka acara TV semacam itu. Acara yang sering beliau tonton hanya berita dan perbincangan mengenai politik maupun masalah sosial. Pertanyaan itu juga yang diajukan ke kami, peserta kuliah hari jum'at kemaren. Kami semua menjawab pernah nonton.

Pertanyaan selanjutnya adalah  "kalian tau tulisan di kapak wiro sableng?"

Dengan lantang kami menjawab "212"

 "kalian tau tidak apa makna dibalik angka 212?"

Kami semua terdiam, tidak ada yang tau.

Lalu dosen kami menjelaskan, "212 masing-masing angka itu bila dijumlah berapa?"

"5 pak"

"kalian tau masa jabatan para pejabat tinggi pemerintahan? Presiden, MPR, DPR, DPD, DPRD… bla..bla..bla.. Semuanya 5 tahun. Dan kalian tau 5 tahun itu digunakan untuk apa?"
Berikut penjelasannya:


Jadi angka 212 itu digunakan untuk menyindir para pejabat negeri ini. Yaa.. Memang tidak semuanya seperti itu sih mungkin… tapi rata-rata, sebagian besar  seperti itu. Dan setelah saya selidiki lagi, lagi-lagi tanya mbah google, makna yang sebenarnya tidak seperti itu, tapi kalo dikaitkan dengan politik saat ini memang benar juga. 

Sekitar 1 bulan lagi, kita akan dihadapkan pada "pesta demokrasi". Demokrasi??? Mungkin lebih tepatnya "Democrazy" seperti guyonan politik yang sering disinggung di beberapa stasiun TV, dan aku sepakat memang. Wakil rakyat memang dipilih oleh rakyat, tapi kalau yang milih itu nggak tau sebenernya apa yang dipilih, hanya diiming-imingi oleh kaos partai abal-abal, yg 10 ribu 3 dengan kain murahan, duit dari poster-poster yang dipajang, bingkisan-bingkisan yang sebenarnya dananya berasal dari uang rakyat, dan janji-janji  manis yang diumbar setinggi langit, namun jika dia jadi, ibarat debu yang diterpa angin, entah kemana janjinya itu. Jangankan menepati, janji-janjinya sendiri pun mungkin sudah lupa.

Dan 212 itu pun kembali terulang. Itu jika kita tidak benar-benar selektif, sesuai dengan hati nurani. Oleh karena itu, sodara-sodara, mbak bro, mas bro, bulek paklek, budhe pakdhe, uda, kakak, wak, makcek, pakcek, torang semua, jika caleg periode lalu mendaftar lagi untuk periode berikutnya, sedangkan kinerjanya periode yang lalu kinerjanya tidak ada, bahkan tidak beres, JANGAN SEKALI-SEKALI DIPILIH LAGI. Jangan tergoda dengan embel-embelnya, bingkisan-bingkisannya, uangnya, janji-janji manisnya. Itu sama sekali tidak sebanding dengan 5 tahun kinerjanya yang hanya menghabiskan uang rakyat, uang kalian.

Namun, jika dari semua pilihan itu tidak ada yang menurut kita baik, atau tidak tau sama sekali, kita bismillah aja, semoga yang dipilih itu benar-benar memegang amanah rakyat. Yaa… kita doakan saja. Semoga ada pejabat-pejabat selanjutnya yang berhati seperti jokowi atau lebih baik dari beliau yang bisa mengubah nasib bangsa ini menjadi lebih baik. Aamiin...
  
Manado, 15 Maret 2014
By: senyum   (^__^)