Kamis, 26 Maret 2020

Pengaruh Televisi bagi Balita


Jaman sekarang ini televisi seakan menjadi barang wajib yang dimiliki setiap rumah. Bahkan si kecil yang belum beranjak 5 tahun pun seringkali dipertontonkan televisi (termasuk saya). Hah, saya?? Gak salah?? Gak malu apa ngisi Jumagi (salah satu program GEMAR RAPI) dengan tema ini sementara saya sendiri termasuk pelakunya?

Malu sih sebenarnya. Tapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, jadiin bubur ayam aja. Maksudnya, sekaligus sharing pengalaman aja, agar orang tua lain lebih aware ketika anaknya disuguhkan televisi. Pepatah bilang kan pengalaman adalah guru yang terbaik. (alibi biar gk malu-maluin…hehehe..). 
Saya rasa hampir semua orang yang punya anak kecil tidak bisa lepas dari televisi. Apalagi saat virus Corona lagi merebak di seluruh dunia. Selain gadget, televisi jadi hiburan untuk mengusir rasa bosan yang melanda. Tetapi, sadar atau tidak televisi sebenarnya lebih banyak memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak kita. “Merusak, tapi dicintai”. Itu salah satu statement yang diungkapkan M. Fauzil Adhim dalam buku parentingnya. Saya tidak memungkirinya karena saya sendiri juga masih menjadikan televisi sebagai pengalihan saat anak makan (agar makannya lahap) atau saya sedang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga sementara anak saya bosan dan saya tidak bisa menemaninya main.

Sebelum mengupas tentang pengaruh buruknya, ijinkan saya memaparkan pengaruh baiknya (biar sedikit terhibur dan mengurangi rasa bersalah waktu membiarkan balitanya menonton TV)

 Pengaruh Baik (dengan catatan yang nonton di atas 2 tahun)

1.       Mengedukasi dan memberi informasi (dikutip dari ibupedia.com)

*      Televisi bisa lebih efektif dibanding buku atau rekaman suara dalam mengajarkan sebuah proses pada anak seperti bagaimana menanam tumbuhan atau belajar alfabet.

*      Anak prasekolah yang menonton program informasi dan edukasi cenderung menonton lebih banyak acara informasi dan edukasi ketika bertambah besar. Mereka menggunakan TV secara efektif sebagai pelengkap pelajaran sekolah. Sebaliknya, anak yang menonton lebih banyak program hiburan akan lebih sedikit menonton program informasi ketika bertambah besar

*      Anak usia prasekolah yang menonton program edukasi cenderung lebih tinggi rankingnya, kurang agresif, dan lebih menghargai nilai belajar ketika mencapai sekolah menengah, berdasarkan sebuah penelitian.

Ketiga poin ini yang perlu digaris bawahi adalah program edukasi. Berarti apabila yang kita pertontonkan bukan program edukasi, melainkan hanya sekedar hiburan, terlebih tidak didampingi, jelas tidak ada pengaruh positifnya.



2.       Menstimulasi kemampuan bicara

Saya dan suami adalah tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara. Ketika anak saya kemampuan bicaranya kurang, disamping saya sering mengajaknya ngobrol, saya coba pertontonkan lagu-lagu anak untuk menstimulasi kemampuan bicaranya. Dan itu berkembang cukup pesat. Tapi ini mungkin tidak berlaku bagi balita dengan gaya belajar kinestetik, karena fokusnya kurang untuk mencermati apa yang ditontonnya (hanya nonton sekilas, lalu bergerak kesana kemari).

3.       Bisa berimajinasi

Ini bisa memberikan efek positif atau malah negatif. Dengan tayangan yang ditontonnya, anak saya bisa berimajinasi dengan benda-benda di sekitarnya. Misalnya botol-botol bekas ia imajinasikan dengan tokoh kartun yang ditontonnya. Namun berimajinasi ini menjadi pengaruh buruk ketika sepanjang hari yang ia imajinasikan dan ia bicarakan adalah tokoh-tokoh di televisi

Ibarat bubur bayi instant, ketika judulnya tertulis “ayam kampung bayam”, bila dicermati di komposisi ayam kampung dan bayamnya tidak lebih dari 2%. Maka jangan harap bubur instan itu bisa menggantikan gizi yang dibutuhkan para balita. Begitu juga dengan televisi.

Pengaruh Buruk :

1.       Memperlambat perkembangan otak

Bayi di bawah 18 bulan belum bisa menghubungkan peristiwa yang ada di TV dengan yang ada di dunia nyata. Yang ada di pikiran mereka hanyalah gambar yang berubah-ubah dan bersuara. Otak mempunyai synaps (jaringan dalam otak yang membuat cerdas seorang anak) dan synaps sangat ditentukan oleh gerakan tubuh. Sedangkan menonton TV kebanyakan hanya duduk diam dan kurang begerak sehingga synaps tidak berkembang dengan baik.



2.       Bersikap pasif

Sering berdiam diri di depan televisi membuat si Kecil jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Sebab mata dan pikirannya fokus menatap layar kaca. Hal inilah yang membuatnya cenderung pasif kala berada di lingkungan sosial.



3.       Kurang aktifitas

Ketika menonton, si kecil akan lebih sering duduk atau rebahan di depan televisi. Ia pun akan jarang bergerak dan mengolah tubuhnya. Hingga kalori yang terbuang hanya sedikit dan bisa berujung pada kegemukan atau obesitas. Tapi ini tidak berlaku untuk anak saya. Nonton TV dan aktivitasnya bermainnya lebih sering duduk, makannya juga banyak nggak gemuk juga. Banyak faktor lain mungkin ya yang mempengaruhi.

4.       Radiasi televisi bisa mengganggu kesehatan mata

Sinar biru adalah sinar dengan panjang gelombang cahaya 400-500 nm yang dapat berpotensi terbentuknya radikal bebas dan menimbulkan fotokimia ada retina mata anak. Lensa mata anak masih peka dan belum dapat menyaring bahaya sinar biru. Karena itulah risiko terbesar kerusakan akibat sinar biru terdapat pada usia dini.



5.       Mensalah artikan iklan

Kebanyakan anak di bawah 8 tahun tidak memahami kalau iklan digunakan untuk menjual produk (apalagi balita yang belum bisa menyaring informasi yang dilihat dan didengarnya). Yang si kecil lihat adalah produk itu membuatnya bahagia sehingga lama kelamaan dia pasti menginginkannya. Ada iklan jajan langsung dia pengen itu. Ada iklan susu, dia pengen juga. Sampai suatu saat saya sempat kaget dibuatnya karena ingin rambutnya warna warni seperti di iklan.



6.       Mempengaruhi perilaku

Tiga bulan pertama ketika saya melahirkan anak kedua saya mudik di kampung. Dan anak pertama saya lebih banyak menghabiskan waktunya bersama kakeknya. Namanya kakek, senang apabila cucu duduk di pangkuannya sambil nonton TV. Sayangnya beliau kurang memperhatikan apakah yang ditonton cucunya itu sesuai dengan usianya atau tidak. Yang penting judulnya kartun dan cucunya senang. Perilaku anak saya mulai berubah. Ketika dia marah, cemburu dengan adeknya, dia melempar-lempar barang sambil teriak-teriak. Dan suatu saat ketika saya memperhatikan apa yang dia tonton, tokoh utamanya suka melempar barang ketika marah. Miris saya melihatnya. Ketika saya mengkomunikasikan dengan ayah, beliau cuma mengiyakan. Saat saya berlalu yang disetel itu lagi. Sedih saya.

Terkadang ketika kita juga sudah mensortir tayangan di televisi yang layak untuk usia si kecil.namun, tetap ada perilaku negatif yang ditirunya. Misalnya ada tokoh utamanya berantakin mainan, dia bilang nanti saja merapikannya, mainannya rusak terinjak lalu sadar dan segera merapikannya, yg ditiru “nanti saja”nya. ini dikarenakan memang balita masih dalam bentuk perilaku meniru, belum bisa memilah informasi yang dia terima. Oleh karena itu kita perlu was-was apabila kita tidak mengetahui apa yang ditonton anak kita karena kita tidak tau apa yang dia serap dan apa yang dia tiru dari hal yang dilihatnya.



7.       Hilangnya empati, rasa sedih dan hilangnya penilaian buruk terhadap tindak kekejian.

Ini pengaruh yang paling parah menurut saya, yang bila dibiarkan akan memicu tindak kekerasan dan kejahatan. Kemaren sempat mendengar ada ABG yang membunuh balita tetangganya sendiri gara-gara terobsesi pada film horror yang ditontonnya. Ketika diinterogasi polisi pun dia tidak merasa menyesal katanya. Mungkin sejak kecil dia kurang diperhatikan orangtuanya, terlebih dengan apa yang ditontonnya.

Selain pengaruh buruk di atas sebenarnya masih banyak lagi pengaruh buruk yang ditimbulkan seperti menurunnya kecerdasan dan sebagainya. Yang jelas kita sebagai orangtua minimal menyadari dan mulai meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.

Bagaimana caranya?

1.       Tiadakan televisi di rumah

Ini adalah cara yang paling simpel tapi paling sulit diterapkan. Setuju?

Tapi apabila menerapkan ini, orangtua juga harus mempunyai alternatif lain, seperti buku-buku bacaan, memberinya permainan edukatif sesuai dengan gaya belajarnya, menemaninya bermain, dan harus lebih memperhatikan anaknya. Jangan sampai meniadakan televisi di rumah, tapi kurang memperhatikan anaknya. Sehingga anak lari ke rumah tetangganya, atau teman-temannya sekedar untuk nonton TV. Parahnya apabila yang ditonton tetangganya itu sinetron yang sama sekali tak layak untuk anak-anak.  

2.       Batasi waktu menonton TV

Usia balita sebaiknya sehari tidak lebih dari satu jam untuk menonton televisi. Tapi karena balita belum mengerti konsep waktu, kita sesuaikan dengan apa yang ia mengerti. Misalnya, “habis tayo dimatikan ya, waktunya tv istirahat”.

3.       Menyortir tayangan yang baik dan layak untuk usianya

Sekali lagi karena balita menyerap semua informasi yang diterimanya, seperti spons yang menyerap air, jadi seminimal mungkin kita menyajikan tayangan yang tidak terdapat kekerasan didalamnya dan ada nilai edukasinya.

4.       Dampingi ketika nonton dan membantu memahami apa yang ditonton anak.



Sumber :






Mohammad Fauzil Adhim. 2015. Positive Parenting. Yogyakarta: Pro-U Media

Pengalaman pribadi

Kamis, 05 Maret 2020

GEMAR RAPI, Bukan Sekedar Rapi

Apa itu Gemar Rapi ?
Gemar Rapi adalah sebuah organisasi yang didalamnya melingkupi metode gerakan,produk jasa dan komunitas yang memiliki sikap/tindakan yang aktif dan positif dengan menggunakan pengetahuan yang menyeluruh yang sesuai dengan kaidah berbenah efektif, kesehatan, keamanan, serta selaras dengan alam (dikutip dari gemarrapi.org). 
GEMAR RAPI itu sendiri merupakan akronim dari GErakan MenatA negeRi dari RumAh dan PribadI. 
Jadi, dari pengertiannya, sudah jelas ya, bukan sekedar membuat rumah RAPI, tapi juga harus memperhatikan standar kesehatan, keamanan, dan selaras dengan alam. 

Gemar Rapi memiliki salah satu program yaitu Gemari Pratama, yg secara intensif membimbing pesertanya untuk berbenah, dengan meninjau segala aspek di atas. 

Saya dapat informasi mengenai Kelas Gemari Pratama ini dari salah satu teman di Grup Whatsapp.  Mulanya saya kurang tertarik karena saya pikir "masak beres-beres aja ada kelasnya, selama 4 bulan pula, apa aja yg dipelajari". 

Kemudian suatu saat ketika jenuh dengan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya (emang karna sering ditunda-tunda sih, dengan berbagai alasan yang akhirnya gak kelar-kelar), dan sedih karena nerapin zero waste tapi masih maju mundur (banyak mundurnya malahan) aku isenk tanya lagi ke temenku, trus dikasih nomer temennya yang dulu jadi fasilitator ketika dia ikut kulwapp. Dari temennya temenku itu ternyata udah ga jadi fasil lagi, trus dikasih link webnya, barulah aku menemukan jawabannya disana. Setelah membaca sampai akhir penjelasan di webnya, semacam ada lampu terang kepalaku "Aha !!! ini yang selama ini aku cari" (lebay mode:on)

Dan setelah baca kurikulumnya ternyata buanyak banget ilmu yang perlu dipelajari, dan ini juga sejalan dengan zerowaste yang ingin aku terapkan dan belum-belum sudah terbayang buanyak hal yang ingin aku tanyakan. Semoga aku bisa mengikuti kelasnya sampe akhir walaupun dengan mencuri-curi waktu di kala 2 bidadari kecilku tidur.

Semoga dengan mengikuti kelas Gemari Pratama ini kehidupanku jadi lebih rapi, efektif, produktif dan efisien seperti tujuan dari Gemar Rapi. 

Sekian, segitu dulu, semoga bermanfaat...